Pada 8 Disember 2008, kita menyambut Hari Raya Qurban atau Hari Raya Aidiladha. Hari ini merupakan hari Nahar di mana di Mina, ibadah melontar jamrah Aqabah dilakukan dan diikuti juga dengan ibadah korban.
Qurban dalam istilah fikih adalah Udhiyyah (الأضحية) yang artinya haiwan yang disembelih waktu dhuha, yaitu waktu saat matahari naik. Secara terminologi fikih, udhiyyah adalah haiwan sembelihan yang terdiri onta, sapi, kambing pada hari raya Idul Adha dan hari-hari tasriq untuk mendekatkan diri kepada Allah. Kata Qurban artinya mendekatkan diri kepada Allah, maka terkadang kata itu juga digunakan untuk menyebut udhiyyah. Mempersembahkan persembahan kepada tuhan-tuhan adalah keyakinan yang dikenal manusia sejaka lama. Dalam kisah Habil dan Qabil yang disitir al-Qur’an disebutkan Qurtubi meriwayatkan bahwa saudara kembar perempuan Qabil yang lahir bersamanya bernama Iqlimiya sangat cantik, sedangkan saudara kembar perempuan Habil bernama Layudza tidak begitu cantik. Dalam ajaran nabi Adam dianjurkan mengawinkan saudara kandung perempuan mendapatkan saudara laki-laki dari lain ibu. Maka timbul rasa dengki di hati Qabil terhadap Habil, sehingga ia menolak untuk melakukan pernikahan itu dan berharap bisa menikahi saudari kembarnya yang cantik. Lalu mereka sepakat untuk mempersembahkan qurban kepada Allah, siapa yang diterima qurbannya itulah yang akan diambil pendapatnya dan dialah yang benar di sisi Allah. Qabil mempersembahkan seikat buah-buahan dan habil mempersembahkan seekor domba, lalu Allah menerima qurban Habil.
Qurban ini juga dikenal oleh umat Yahudi untuk membuktikan kebenaran seorang nabi yang diutus kepada mereka, sehingga tradisi itu dihapuskan melalui perkataan nabi Isa bin Maryam.Tradisi keagamaan dalam sejarah peradaban manusia yang beragam juga mengenal persembahan kepada Tuhan ini, baik berupa sembelihan hewan hingga manusia. Mungkin kisah nabi Ibrahim yang diperintahkan menyembelih anaknya adalah salah satu dari tradisi tersebut.
Dalam al-Qur’an dikisahkan:
37. 102. Maka tatkala anak itu sampai (pada umur sanggup) berusaha bersama-sama Ibrahim, Ibrahim berkata: “Hai anakku sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka fikirkanlah apa pendapatmu!” Ia menjawab: “Hai bapakku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu; insya Allah kamu akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar”.
37. 103. Tatkala keduanya telah berserah diri dan Ibrahim membaringkan anaknya atas pelipis(nya), (nyatalah kesabaran keduanya ).
37. 104. Dan Kami panggillah dia: “Hai Ibrahim,
37. 105. sesungguhnya kamu telah membenarkan mimpi itu sesungguhnya demikianlah Kami memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik.
Yang dimaksud dengan “membenarkan mimpi” ialah mempercayai bahwa mimpi itu benar dari Allah s.w.t. dan wajib melaksana- kannya.
37. 106. Sesungguhnya ini benar-benar suatu ujian yang nyata.
37. 107. Dan Kami tebus anak itu dengan seekor sembelihan yang besar.
Sesudah nyata kesabaran dan keta’atan Ibrahim dan Ismail a.s. maka Allah melarang menyembelih Ismail dan untuk meneruskan korban, Allah menggantinya dengan seekor sembelihan (kambing). Peristiwa ini menjadi dasar disyariatkannya Qurban yang dilakukan pada hari Raya Haji.
Persembahan suci dengan menyembelih atau mengorbankan manusia juga dikenal peradaban Arab sebelum Islam. Disebutkan dalam sejarah bahwa Abdul Mutalib, datuk Rasulullah, pernah bernadzar kalau diberi karunia 10 anak laki-laki maka akan menyembelih satu sebagai qurban. Lalu jatuhlah undian kepada Abdullah, ayah Rasulullah. Mendengar itu kaum Quraish melarangnya agar tidak diikuti generasi setelah mereka, akhirnya Abdul Mutalib sepakat untuk menebusnya dengan 100 ekor onta. Karena kisah ini pernah suatu hari seorang badui memanggil Rasulullah “Hai anak dua orang sembelihan” beliau hanya tersenyum, dua orang sembelihan itu adalah Ismail dan Abdullah bin Abdul Mutalib.
Begitu juga persembahan manusia ini dikenal oleh tradisi agama pada masa Mesir kuno, India, Cina, Irak dan lainnya. Kaum Yahudi juga mengenal qurban manusia hingga Masa Perpecahan. Kemudian lama-kelamaan qurban manusia diganti dengan qurban hewan atau barang berharga lainnya. Dalam sejarah Yahudi, mereka mengganti qurban dari menusia menjadi sebagian anggota tubuh manusia, yaitu dengan hitan. Kitab injil penuh dengan cerita qurban. Penyaliban Isa menurut umat Nasrani merupakan salah satu qurban teragung. Umat Katolik juga mengenal qurban hingga sekarang berupa kepingan tepung suci. Pada masa jahilyah Arab, kaum Arab mempersembahkan lembu dan onta ke Ka’bah sebagai qurban untuk Tuhan mereka.
Ketika Islam turun diluruskanlah tradisi tersebut dengan ayat Allah:5. 2. Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu melanggar syi’ar-syi’ar Allah [389], dan jangan melanggar kehormatan bulan-bulan haram [390], jangan (mengganggu) binatang-binatang had-ya [391], dan binatang-binatang qalaa-id [392], dan jangan (pula) mengganggu orang-orang yang mengunjungi Baitullah sedang mereka mencari kurnia dan keredhaan dari Tuhannya [393] dan apabila kamu telah menyelesaikan ibadah haji, maka bolehlah berburu.
Islam mengakui konsep persembahan kepada Allah berupa penyembelihan haiwan, namun diatur sedemikian rupa sehingga sesuai dengan nilai-nilai kemanusiaan dan bersih dari unsur penyekutuan terhadap Allah. Islam memasukkan dua nilai penting dalam ibadah qurban ini, yaitu nilai historis berupa mengabadikan kejadian penggantian qurban nabi Ibrahim dengan seekor domba dan nilai kemanusiaan berupa pemberian makan dan membantu fakir miskin pada saat hari raya. Dalam hadist riwayat Ahmad, Ibnu Majah dan Tirmidzi dari Zaid bin Arqam, suatu hari Rasulullah ditanyai “untuk aapa sembelihan ini?” belian menjawab: “Ini sunnah (tradisi) ayah kalian nabi Ibrahim a.s.” lalu sahabat bertanya:”Apa manfaatnya bagi kami?” belau menjawab:”Setiap rambut qurban itu membawa kebaikan” sahabat bertanya: “Apakah kulitnya?” beliau menjawab: “Setiap rambut dari kulit itu menjadi kebaikan”.
Qurban juga ditujukan untuk memberi makan jamaah haji dan penduduk Makkah yang menunaikan ibadah haji. Dalam surah al-Hajj ditegaskan” ayat 22. 34. Dan bagi tiap-tiap umat telah Kami syariatkan penyembelihan (kurban), supaya mereka menyebut nama Allah terhadap binatang ternak yang telah direzkikan Allah kepada mereka, maka Tuhanmu ialah Tuhan Yang Maha Esa, karena itu berserah dirilah kamu kepada-Nya. Dan berilah kabar gembira kepada orang-orang yang tunduk patuh (kepada Allah). Begitu juga dijelaskan: ayat
22. 27. Dan berserulah kepada manusia untuk mengerjakan haji, niscaya mereka akan datang kepadamu dengan berjalan kaki, dan mengendarai unta yang kurus [985] yang datang dari segenap penjuru yang jauh, [985]. “Unta yang kurus” menggambarkan jauh dan sukarnya yang ditempuh oleh jemaah haji. Ayat 22. 28. supaya mereka menyaksikan berbagai manfaat bagi mereka dan supaya mereka menyebut nama Allah pada hari yang telah ditentukan [986] atas rezki yang Allah telah berikan kepada mereka berupa binatang ternak [987]. Maka makanlah sebahagian daripadanya dan (sebahagian lagi) berikanlah untuk dimakan orang-orang yang sengsara dan fakir. “Hari yang ditentukan” ialah hari raya haji dan hari tasyriq, yaitu tanggal 10, 11, 12 dan 13 Dzulhijjah.
Dalil-dalil qurban:
1. Firman Allah dalam surah al-Kauthar: “Maka dirikanlah shalat karena Tuhanmu; dan berkorbanlah”. Ayat ini boleh dijadikan dalil disunnahkannya qurban dengan asumsi bahwa ayat tersebut madaniyyah, karena ibadah qurban mulai diberlakukan setelah beliau hijrah ke Madinah.
2. Hadist riwayat Bukhari dan Muslim dari Anas bin Malik r.a.:”Rasulullah berqurban dengan dua ekor domba gemuk bertanduk, beliau menyembelihnya dengan tangan beliau dengan membaca bismillah dan takbir, beliau menginjakkan kakinya di paha domba”.
Hukum Qurban:
1. Mayoritas ulama terdiri antara lain: Abu Bakar siddiq, Uamr bin Khattab, Bilal, Abu Masud, Said bin Musayyab, Alqamah, Malik, Syafii Ahmad, Abu Yusuf dll. Mengatakan Qurban hukumnya sunnah, barangsiapa melaksanakannya mendapatkan pahala dan barang siapa tidak melakukannya tidak dosa dan tidak harus qadla, meskipun ia mampu dan kaya.Qurban hukumnya sunnah kifayah kepada keluarga yang beranggotakan lebih satu orang, apabila salah satu dari mereka telah melakukannya maka itu telah mencukupi. Qurban menjadi sunnah ain kepada keluarga yang hanya berjumlah satu orang. Mereka yang disunnah berqurban adalah yang mempunyai kelebihan dari keperluan sehari-harinya yang memerlukan makanan dan pakaian.
2. Riwayat dari ulama Malikiyah emngatakan qurban hukumnya wajib bagi mereka yang mampu.
Adakah nisab qurban?
Para ulama berbeda pendapat mengenai ukuran seseorang disunnahkan melakukan qurban. Imam Hanafi mengatakan barang siapa mempunyai kelebihan 200 dirham atau memiliki harta senilai itu, dari keperluan tempat tinggal, pakaian dan keperluan asasnya.
Imam Ahmad berkata: ukuran mampu qurban adalah apabila dia bisa membelinya dengan wang walaupun wang tersebut didapatkannya dari hutang yang ia mampu membayarnya.
Imam Malik mengatakan bahwa ukuran seseorang mampu qurban adalah apabila ia mempunyai kelebihan seharga hewan qurban dan tidak memerlukan wang tersebut untuk keperluannya yang mendasar selama setahun. Apabila tahun itu ia memerlukan wang tersebut maka ia tidak disunnahkan berqurban.
Imam Syafii mengatakan: ukuran mampu adalah apabila seseorang mempunyai kelebihan wang dari keperluannya dan keperluan orang yang menjadi tanggungannya, senilai haiwan qurban pada hari raya Idul Adha dan tiga hari tasyriq.
Keutamaan qurban:
1. Dari Aisyah r.a. Rasulullah s.a.w. bersabda:”Amal yang paling disukai Allah pada hari penyembelihan adalah mengalirkan darah hewan qurban, sesungguhnya haiwan yang diqurbankan akan datang (dengan kebaikan untuk yang melakukan qurban) di hari kiamat kelak dengan tanduk-tanduknya, bulu dan tulang-tulangnya, sesungguhnya (pahala) dari darah haiwan qurban telah datang dari Allah sebelum jatuh ke bumi, maka lakukanlah kebaikan ini”. (H.R. Tirmidzi).
2. Hadist Ibnu Abbas Rasulullah bersabda:”Tiada sedekah wang yang lebuh mulia dari yang dibelanjakan untuk qurban di hari raya Adha”(H.R. Dar Qutni).
Waktu penyembelihan Qurban.
Dari Jundub r.a. :Rasulullah melaksanakan sholat (idulAdha) di hari penyembelihan, lalu beliau menyembelih, kemudian beliau bersabda:”Barangsiapa menyembelih sebelum sholat maka hendaknya ia mengulangi penyembelihan sebagai ganti, barangsiapa yang belum menyembelih maka hendaklah ia menyembelih dengan menyebut nama Allah”. (H.R. Bukhari dan Muslim).
Dari Barra’ bin ‘Azib, bahwa paman beliau bernama Abu Bardah menyembelih qurban sebelum sholat, lalu sampailah ihwal tersebut kepada Rasulullah s.a.w. lalu beliau bersabda:”Barangsiapa menyembelih sebelum sholat maka ia telah menyembelih untuk dirinya sendiri dan barang siapa menyembelih setelah sholat maka sempurnalah ibadahnya dan sesuai dengan sunnah (tradisi) kaum muslimin”(H.R. Bukhari dan Muslim).
Hadist Barra’ bin ‘Azib, Rasulullah s.a.w. bersabda:”Pekerjaan yang kita mulai lakukan di hari ini (Idul Adha) adalah sholat lalu kita pulang dan menyembelih, barangsiapa melakukannya maka telah sesuai dengan ajaran kami, dan barangsiapa memulai dengan menyembelih maka sesungguhnya itu adalah daging yang ia persembahkan untuk keluarganya dan tidak ada kaitannya dengan ibadah”(H.R. Muslim).
Imam Nawawi menegaskan dalam syarah sahih Muslim bahwa waktu penyembelihan sebaiknya setelah sholat bersama imam, dan telah terjadi konsensus (ijma’) ulama dalam masalah ini. Ibnu Mundzir juga menyatakan bahwa semua ulama sepakat mengatakan tidak boleh menyembelih sebelum matahari terbit.
Adapun setelah matahari terbit, Imam Syafi’i dll menyatakan bahwa sah menyembelih setelah matahari terbit dan setelah tenggang waktu kira-kira cukup untuk melakukan sholat dua rakaat dan khutbah. Apabila ia menyembelih pada waktu tersebut maka telah sah meskipun ia sholat ied atau tidak.
Imam Hanafi mengatakan: waktu penyembelihan untuk penduduk pedalaman yang jauh dari perkampungan yang ada masjid adalah terbitnya fajar, sedangkan untuk penduduk kota dan perkampungan yang ada masjid adalah setelah solat aidul adha dan khutbah ied.
Imam Malik berkata: waktu penyembelihan adalah setelah solat ied dan khutbah. Imam Ahmad berkata: waktunya adalah setelah sholat ied.Demikian, waktu penyembelihan berlanjut hingga akhir hari tasyriq, yaitu tanggal 13 Dzulhijjah.
Tidak ada dalil yang jelas mengenai batas akhir waktu penyembelihan dan semua didasarkan pada ijtihad, yaitu didasarkan pada logika bahwa pada hari-hari itu diharamkan berpuasa maka selayaknya itu menjadi waktu-waktu yang sah untuk menyembelih qurban.
Menyembelih di malam hari
Menyembelih haiwan qurban di malam hari hukumnya makruh sesuai pendapat Imam Syafii. Bahkan menurut imam Malik dan Ahmad: menyembelih pada malam hari hukumnya tidak sah dan menjadi sembelihan biasa, bukan qurban.
Haiwan yang disembelih:
Imam Nawawi dalam syarah sahih Muslim menegaskan telah terjadi ijma’ ulama bahwa tidak sah melakukan qurban selain dengan unta, sapi dan kambing. Riwayat dari Ibnu Mundzir Hasan bin Sholeh mengatakan sah berqurban dengan binatang peliharaan (unta, sapi, lembu) untuk tujuh orang dan dengan kijang untuk satu orang.
Adapun riwayat dari Bilal yang mengatakan: “Aku tidak peduli meskipun berqurban dengan seekor ayam, dan aku lebih suka memberikannya kepada yatim yang menderita daripada berqurban dengannya”, maksudnya bahwa beliau melihat bahwa bersedekah dengan nilai qurban lebih baik dari berqurban. Ini pendapat Malik dan Tsauri. Begitu juga riwayat sebagian sahabat yang membeli daging lalu menjadikannya qurban, bukanlah menunjukkan boleh berqurban dengan membeli daging, melainkan itu sebagai contoh dari mereka bahwa qurban bukan wajib melainkan sunnah.
Makan daging qurban
Hukum memakan daging qurban yang dilakukan untuk dirinya sendiri, apabila qurban yang dilakukan adalah nadzar maka haram hukumnya memakan daging tersebut dan ia harus menyedekahkan semuanya. Adapun qurban biasa, maka dagingnya dibagi tiga, sepertiga untuk dirinya dan keluarganya, sepertiga untuk dihadiahkan dan sepertiga untuk disedekahkan.
Membahagi tiga ini hukumnya sunnah dan bukan merupakan kewajiban. Qatadah bin Nu’man meriwayatkan Rasulullah bersabda:”Dulu aku melarang kalian memakan daging qurban selama tiga hari untuk memudahkan orang yang datang dari jauh, tetapi aku telah menghalalkannya untuk kalian, sekarang makanlah, janganlah menjual daging qurban dan hadyu, makanlah, sedekahkanlah dan ambilah manfaat dari kulitnya dan janganlah menjualnya, apabila kalian mengharapkan dagingnya maka makanlah sesuka hatimu”(H.R. Ahmad).
Sebaiknya dalam dalam melakukan qurban, pelakunyalah yang menyembelih dan tidak mewakilkannya kepada orang lain. Apabila ia mewakilkan kepada orang lain maka sebaiknya ia menyaksikan. Wallahu’alam bissowab.
Thursday, December 18, 2008
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment